Kematian adalah perjalanan yang pasti
dilalui oleh setiap manusia. Perjalanan yang sangat jauh dan lama
waktunya. Perjalanan yang membutuhkan bekal yang memadai, menuju negeri
akhirat. Dalam perjalanan kita mesti melalui stasiun-stasiun dan
jalan-jalan yang terjal dan sangat berbahaya. Kendaraannya harus bagus
dan prima, dan bekalnya harus cukup dan memadai. Jika tidak,
na’udzubillah, kita mohon perlindungan kepada Allah swt darinya.
Karenanya sebelum kematian menjemput kita, kita buat persiapan. Apa persiapan dan bekal yang paling utama?
Pertama: Mengakui
dosa-dosa, ketidakberdayaan di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, dan
penyesalan yang dalam. Agar taubat kita diterima dan sempurna.
Penyesalan dan taubat yang disertai dengan tangisan dan tetesan air mata
di hadapan Allah Yang Maha Suci. Agar Dia mengampuni salah dan dosa
kita, menerima taubat kita.
Kedua: Menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Lakukan sendiri, tidak diwakilkan kepada orang lain.
Ketiga: Memperhatikan
dan memperdulikan wasiat. Tunaikan sendiri hak-hak Allah dan hak-hak
manusia, jangan diwakilkan kepada orang lain.
Keempat: Persoalan
harta. Harta pasti akan keluar dari tangan kita. Tunaikan sendiri,
jangan wakilkan pada orang lain atau ahli waris. Karena belum tentu
mereka memikirkan nasib kita di negeri Barzakh dan Akhirat. Mengapa?
Karena manusia dan setan akan selalu berbisik pada ahli waris agar tidak
menunaikan hak-hak yang berkatan dengan harta. Sementara jika ajal
telah tiba semua itu sudah berada di luar kemampuan dan kekuasaan kita.
Saat itulah timbul penyesalan yang amat sangat dalam seperti yang
dinyatakan di dalam Al-Qur’an:
“Ketika kematian telah datang kepada
salah seorang dari mereka, ia berkata: Duhai Tuhanku, kembalikan aku ke
dunia agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang aku tinggalkan.”
(Al-Mu’minun: 99-100).
Maka ayat tersebut telah disepakati bahwa
penyesalan manusia di negeri Barzakh tak berguna lagi. Dan yang
dimaksud dengan amal yang belum ditunaikan dan disesalkan adalah amal
yang berkait dengan harta.
Penyesalan akan bertambah dalam dan
penderitaan semakin mencekam, saat ia menyaksikan harta yang
ditinggalkan pada anak dan keluarganya tak pernah dikeluarkan untuk
kebutuhan dirinya, bahkan digunakan pada kemaksiatan dan hal-hal yang
dimurkai oleh Allah swt. Ia pasti menangis dan menjerit pilu, menyesali
hartanya. Mengapa ia tidak menggunakan dan menghabiskan saat hidupnya
untuk kepentingan dirinya di negeri Barzakh dan Akhirat. Kisah ini
banyak disebutkan dalam hadis-hadis Nabi saw dan Ahlul baitnya (sa)
bahwa orang yang seperti ini pasti menangis, merintih dan menjerit pilu,
khususnya setiap kamis sore hingga bakdah shalat Jum’at. Karena
saat-saat inilah dia diizinkan oleh Allah swt untuk berkunjung kepada
anak-anaknya dan keluarganya.
Ya Allah, ya Rahmân ya Rahîm, selamatkan kami dari penyesalan ini, penyesalan yang tak berguna dan tak berakhir.
Kelima: Mempersiapkan
kain kafan berikut adab-adabnya. Misalnya kain kafan yang dituliskan
teks kalimat syahadah, nama2 orang suci, asma2 Allah, doa Jawsyan Kabir
(1000 asma Allah). Sebagai catatan penting: jangan ditulis dengan tinta
berwarna hitam.
(Disarikan dari kitab Al-Bâqiyâtus Shâlihât, bab 6: 532-533)
(Disarikan dari kitab Al-Bâqiyâtus Shâlihât, bab 6: 532-533)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar